fk@fk.uns.ac.id +62 271 664178

Pentingnya Ahli Forensik dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia


 

Forensik (berasal dari bahasa Latin "forensis" yang berarti "dari luar", dan serumpun dengan kata forum yang berarti "tempat umum") adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses  penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains. Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya.

Tahap-tahap forensik diantaranya ialah sebagai berikut:
1.    Pengumpulan (Acquisition)
2.    Pemeliharaan (Preservation)
3.    Analisis (Analysis)
4.    Presentasi (Presentation)

Ilmu kedokteran forensik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penerapan ilmu kedokteran dalam penegakan keadilan. Secara garis besar ilmu ini dapat dibagi dalam tiga kelompok bidang ilmu, yaitu ilmu patologi forensik, ilmu forensik klinik, dan ilmu laboratorium forensik.

Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum dan pemecahan masalah-masalah di bidang hukum. Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Dari semula hanya pada kematian korban kejahatan, kematian tak diharapkan dan tak diduga, mayat tak dikenal, hingga para korban kejahatan yang masih hidup, atau bahkan kerangka, jaringan dan bahan biologis yang diduga berasal dari manusia. Jenis perkaranya pun meluas dari pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuse and neglect, perselisihan pada perceraian, fraud dan abuse pada perasuransian, hingga ke pelanggaran hak asasi manusia.

Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya mayat, bangkai, dan sebagainya). Atau untuk pengertian yang lebih mudahnya, Ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Kriminalistik adalah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan dengan metode dan analisa ilmiah untuk memeriksa bukti fisik dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya suatu tindak pidana.

Tugas ahli forensik membantu penyidik, dari awal mula penyidikan hingga proses pidana. Setelah didiagnosis, dokter forensik akan menyimpulkan atau membuat deskripsi terkait luka, penyakit ataupun kematian.

Dalam sistematika visum, penyidik meminta bantuan kepada ahli forensik dari segi keahlian untuk mengetahui kasus ini terjadi pidana atau tidak. Berdasarkan data dari penyidik, mereka akan memerintahkan kepada forensik jika masih hidup maka akan dicek lukanya, Jika sudah meninggal, akan melalui proses otopsi.

Otopsi ulang adalah proses pembuktian akhir untuk memastikan sebab suatu kematian. Jadi otopsi ulang dilakukan berdasarkan masalah hukumnya. Serta, bisa dilakukan tetapi nilai dari hasil otopsi tersebut akan berkurang.

Ahli forensik sangat dibutuhkan dalam pembuktian perkara pidana yang berhubungan dengan penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, dan narkoba terutama pada kasus-kasus besar yang menyita perhatian masyarakat.

Peran ahli forensik dibutuhkan di tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Selain menerbitkan Visum et Repertum, ahli forensik dapat dihadirkan dalam persidangan untuk menjelaskan kembali tentang sebab hilangnya nyawa korban, luka yang ada di tubuh korban, barang bukti yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara dan petunjuk dari pelaku tindak pidana. Nilai kekuatan pembuktian dari keterangan ahli forensik dalam undang-undang lebih tinggi dari alat bukti surat berupa Visum et Repertum. Tetapi dalam prakteknya keterangan ahli secara lisan tidak dibutuhkan jika sudah ada Visum et Repertum dalam Berita Acara Pemeriksaan.

Ahli forensik yang sangat menentukan dalam sistem pembuktian perkara pidana, dan nilai kekuatan pembuktian dari keterangan ahli sesuai KUHAP lebih tinggi dari alat bukti lain sehingga ahli forensik seharusnya dapat dihadirkan dalam persidangan. Dokter Ahli Forensik saat memberikan keterangan secara lisan di persidangan dapat menjelaskan dengan terperinci tentang sebab luka korban maupun sebab hilangnya nyawa korban. Bagi Kejaksaan, mengingat pentingnya keterangan yang diberikan oleh dokter ahli forensik pada kasus yang membutuhkan Visum et Repertum, sebaiknya dokter ahli forensik dapat dihadirkan dalam persidangan.

Ahli Forensik sekaligus Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS): Novianto Adi Nugroho, dr., S.H., M.Sc, Sp.F, yang akrab dipanggil dr. Novi mengungkapkan:

“Dalam mengungkap suatu kasus itu forensik itu memang bisa menilai suatu perlukaan itu apakah dari kekerasan tajam  atau kekerasan tumpul atau senjata api. Tapi forensik tidak bisa menganalisa suatu keadaan tersebut di Tempat Kejadian Perkara (TKP) apakah dianiaya terlebih dulu atau ditembak terlebih dahulu itu forensik tidak bisa menganalisanya. Pada korban mati forensik bisa menilai sebab kematian pasti. Imbuhnya: Pemeriksaan forensik bisa dalam keadaan segar atau membusuk tapi apabila pemeriksaan tertunda maka hasilnya akan bias. Otopsi Pemeriksaan yang barang bukti atau korban mati yang sudah diawetkan atau diformalin akan mendapatkan hasil yang kurang maksimal dibandingkan dengan yang masih belum diberi pengawet atau formalin.”

dr. Novi menambahkan bahwa Otopsi adalah salah satu dari proses penyidikan, otopsi yang dilakukan oleh dr. forensik itu berdasarkan surat permintaan dari kepolisian, karena pemeriksaan barang bukti, jadi jenazah itu adalah salah satu dari barang bukti. Dalam suatu peradilan harus menghadirkan semua barang bukti tapi bukan jenazah yang dibawa ke suatu peradilan, sebagai penggantinya yang dibawa adalah berupa Visum et Repertum.

 

Reporter : Ari Kusbiyanto
Editor : Wartini